Tag Archives: Pembantaian Albino di Afrika Demi Praktik Ilmu Hitam

Pembantaian Albino di Afrika Demi Praktik Ilmu Hitam

Pembantaian Albino di Afrika Demi Praktik Ilmu Hitam

Pembantaian Albino di Afrika Demi Praktik Ilmu Hitam – Jika biasanya kita bisa menjumpai orang-orang dengan kulit gelap di daratan Afrika, namun nyatanya tak semua orang Afrika berkulit gelap. Tidak banyak yang tahu jika ada orang-orang yang memiliki kulit berwarna putih di sana. Hanya saja, kulit putih yang dimaksud bukan karena secara ras atau genetik, melainkan ada kelainan pigmen kulit yang membuatnya menjadi tidak berwarna atau lebih tepatnya disebut Albino.

Albinisme atau albino merupakan kelainan genetik yang ditandai dengan berkurangnya produksi melanin (pigmen yang memberi warna pada kulit, rambut dan mata) secara penuh atau sebagian. Oleh sebab itu, orang dengan albinisme atau yang biasa disebut orang albino mempunyai rambut, kulit, dan mata dengan warna yang terang atau tak berwarna.

Pembantaian Albino di Afrika Demi Praktik Ilmu Hitam

Orang dengan kondisi ini berisiko terisolir karena kondisinya. Stigmatisasi sosial mungkin saja terjadi, khususnya di dalam komunitas kulit berwarna, di mana ras orang albino tergolong sebagai minoritas. Tidak ada penyembuhan untuk albinisme, tetapi orang dengan albinisme bisa mengambil langkah untuk melindungi kulit dan memaksimalkan penglihatan mereka. daftar joker388

Orang-orang albino di Afrika dianggap sebagai orang-orang langka yang sangat sulit ditemui, kecuali di wilayah Tanzania dan Malawi. Walau hal itu merupakan suatu permasalahan yang wajar, pada kenyataannya para albino Afrika ini memiliki kisah tragis di kampung halaman mereka. https://www.americannamedaycalendar.com/

Mereka menjadi buruan oleh orang-orang yang mempraktikkan ilmu hitam, karena ada kepercayaan yang berkembang disana bahwa orang albino memiliki ‘tuah’ abadi. Bahkan tubuh mereka diyakini memiliki kekuatan untuk memberikan kesembuhan, apalagi di daerah Tanzania dan Malawi para dukun memang masih tergolong banyak.

Untuk bisa mendapat tubuh albino mereka bahkan rela untuk membayarnya dengan harga tinggi, demi bisa mempraktikkan ilmu sihirnya. Kasus penculikan dan pembunuhan orang-orang Albino meningkat di Malawi. Amnesty International menyerukan diakhirinya pembunuhan terhadap mereka. Amnesty juga meminta pemerintah Malawi mengambil kebijakan tegas untuk menghentikan aksi brutal ini.

Kelompok hak asasi manusia itu mengatakan serangan terhadap orang-orang albino meningkat tajam dalam setahun terakhir dan beberapa anggota geng bahkan mengambil bagian tubuh mereka untuk dijual atau digunakan dalam ilmu sihir. Bagian tubuh mereka dipercaya membawa keberuntungan.

“Gelombang serangan brutal terhadap orang-orang albino, yang tidak pernah terjadi sebelumnya, telah menciptakan teror terhadap mereka dan keluarga mereka di negara Afrika bagian selatan,” kata Amnesty dalam sebuah laporan bertajuk “We Are Not Animal to be Hunted or Sold: Violence and Discrimination Against People with Albinism in Malawi,” yang dirilis pada Juni 2016.

Dalam laporannya, Amnesty menyatakan kekesalan ketika seorang bocah 2 tahun, Whitney, diculik dari tempat tidurnya pada April. Tengkorak, gigi, dan pakaian Whitney ditemukan kemudian di desa tetangga. Pembunuhan brutal lainnya dialami Harry, yang berumur 9 tahun, yang diculik dari rumahnya pada Februari dan akhirnya ditemukan telah dipenggal.

Menurut laporan Africanews.com, dalam 19 bulan terakhir, pihak berwenang di Malawi telah mencatat 18 kasus pembunuhan albino dan penculikan terhadap lima orang lain. Amnesty sendiri khawatir jumlah sebenarnya mungkin lebih tinggi karena banyak serangan untuk ritual rahasia di daerah pedesaan tidak pernah dilaporkan.

Laporan lebih lanjut menyatakan beberapa pelaku pembunuhan yang pernah ditangkap di masa lalu telah dibebaskan atau diberi hukuman ringan. Tidak juga ada dokumentasi tentang kejahatan sistematis terhadap orang-orang albino di Malawi.

Albino adalah kondisi genetik saat lahir, langka, dan tidak menular, yang mengakibatkan tidak adanya pigmentasi di mata, kulit, dan rambut. Diperkirakan terdapat 7.000-10.000 orang albino dari 16,5 juta penduduk yang hidup di Malawi.

Diskriminasi terhadap albino di Afrika memang sudah terjadi sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu, dan ada penelitian yang dilakukan pada tahun 1892. Ketika seorang peneliti, yang bernama Charles Staniland Wake dari Chicago melakukan perjalanan ke Afrika untuk meneliti budaya dan suku yang berkembang.

Dalam bukunya berjudul Memoirs of International Congress of Anthropologie, Charles terkejut ketika bertemu dengan orang albino. Tetapi, setahun kemudian ia tak lagi melihat orang kulit putih lain selain yang dijumpainya tersebut, hal itu tentu mengerikan bagi Charles.

Terlebih ia melihat bahwa bayi albino yang baru lahir akan dibunuh, hal itu tak lain untuk menjaga warna kulit penduduk di desa agar tetap tampak gelap. Dalam tulisannya ia menyimpulkan bahwa, “Hitam bisa berubah menjadi putih, tetapi putih tidak pernah bisa menjadi hitam.”

Kesenjangan ras menunjukkan ketakutan orang kulit hitam, menuju kepunahan ras mereka. Selain Charles, kisah lain yang diceritakan yaitu kisah Kabula seorang gadis albino yang diculik saat ia pulang sekolah. Beruntung Kabula tidak dibunuh,  ironisnya tangannya dipotong setelah itu para penculiknya meninggalkannya.

Itu hanyalah satu kisah, sedangkan ratusan orang albino lain mengalami nasib yang sama dengan Kabula. Untuk harga potongan tubuh orang albino rupanya juga cukup mahal, sekitar $2.000 sekitar Rp29 juta, sedangkan satu tubuh utuh orang albino memiliki harga $75.000 sekitar Rp1,1 Milliar. Sungguh ironis bukan, padahal penghasilan rata-rata orang Tanzania hanya $400 per tahun  sekitar Rp5 juta.

Oleh karena itu anak-anak yang menderita albino setidaknya harus disediakan tempat yang aman, mereka harus bersekolah dan tinggal di asrama. Bahkan di tahun 2014, sekitar 70 orang albino membentuk suatu koloni mereka sendiri di Pulau Ukerewe pulau kecil di lepas pantai Tanzina.

Pembantaian Albino di Afrika Demi Praktik Ilmu Hitam

Hal itu ternyata tak cukup, seorang warga albino di Ukerewe yang bernama Alfred Kapole diserang di Ukerewe. Komunitas albino tersebut mulai membentuk sebuah organisasi di Tanzania dengan nama Albinism Society, yang berupaya untuk meyakinkan orang-orang. Komunitas tersebut mengatakan pada orang-orang dengan menulis “Kami tidak mencair di bawah matahari. Kami tidak menghilang. Kami hidup dan mati seperti orang normal.”

Meski terdengar mengerikan, beberapa penduduk juga masih memiliki sikap toleransi dan melakukan perlawanan untuk menemukan keadilan bagi orang-orang albino. Dalam sebuah perlawanan pada tahun 2015 misalnya, seorang wanita bernama Jane Faidha Bakari dituduh sebagai penyihir yang membayar untuk mendapatkan orang albino.

Untuk itulah orang-orang mendatangi rumahnya dan lebih dari 200 penduduk marah dan menyeretnya keluar dari rumah dan mengadili wanita tersebut hingga mati. Sayangnya keberadaan dukun yang sebenarnya sangat rahasia dan tidak terungkap identitasnya, dan orang-orang hanya jatuh pada stereotip tentang apa yang dipikir mereka sebagai penyihir.

Akhirnya, setelah beradab-abad orang-orang albino berusaha mendapat keadilan, mereka sedikit mendapatkan angin segar pada tahun 2015. Kala itu, Perserikatan Bangsa-bansa berbicara mengenai isu rasisme dan tindakan amoral tersebut, pemerintah kemudian menetapkan untuk memberi ruang dan hak bagi orang-orang albino.

Sebanyak 225 dukun yang mempraktekkan ilmu mereka tanpa izin medis ditangkap, serta dokter yang diyakini sebagai penyihir yang dicurigai memburu orang albino. Dalam penggrebekan itu mereka menemukan ekor monyet, kulit singa, gigi babi hutan dan banyak lagi bagian dari hewan langka. Mungkin penangkapan tersebut menjadi sebuah kemenangan bagi para albino, dalam hal ini isu-isu tersebut mungkin sudah mulai tak terdengar lagi.